Kritikan dari Mana-mana tapi Tak Jelas Siapa Pembuat Soal Tes KPK

  • Bagikan

Jakarta – Makin panjang kontroversi tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai salah satu cara untuk alih status pegawai KPK menjadi ASN. Beragam pertanyaan janggal dalam tes itu menuai kritikan.

Ada pegawai KPK yang mengaku ditanya soal doa qunut yang biasanya dibaca sebagian umat Muslim saat saat salat subuh. Selain itu pegawai perempuan KPK ditanya pula tentang persoalan pribadi.

“Ya ditanya subuhnya pakai qunut apa nggak? Ditanya Islam-nya Islam apa? Ada yang ditanya kenapa belum nikah, masih ada hasrat apa nggak?” ujar salah satu pegawai KPK, Rabu (5/5/2021).

“Ada yang ditanya kenapa belum nikah. Masih ada hasrat apa nggak. Ditanya mau jadi istri kedua saya nggak,” ucap pegawai KPK, Jumat (7/5).

“Nggak tahu maksudnya hasrat apa,” imbuhnya.

Selain itu, ada pula pertanyaan soal bersedia atau tidak melepas jilbab yang ditanyakan kepada pegawai KPK. Pertanyaan-pertanyaan nyeleneh itu kemudian memicu polemik dan kritik kepada KPK hingga penyelenggara tes.

“Aku ditanya bersedia nggak lepas jilbab. Pas jawab nggak bersedia, dibilang berarti lebih mementingkan pribadi daripada bangsa negara,” ucap pegawai KPK itu, Jumat (7/5).

Pegawai perempuan KPK lainnya mengaku ditanya urusan pribadi. Dia pun heran dengan ragam pertanyaan itu.

“Ditanya kenapa belum punya anak,” ucap pegawai KPK perempuan itu.

“Ditanya kenapa cerai,” imbuh pegawai lainnya.

Lantas siapa yang bertanggung jawab atas ragam pertanyaan ini? simak di halaman berikutnya

Kritik pun bermunculan, mantan Ketua KPK Busyro Muqqodas ikut bicara

“Beberapa yang janggal tentang wawasan kebangsaan yang materi tesnya tadi sudah disebutkan dan itu dilakukan oleh lembaga negara Badan Intelijen, TNI Angkatan Darat, BNPT, pertanyaannya apakah itu merupakan kebijakan ketua KPK dan 4 pimpinan KPK yang lain atau ada pengaruh-pengaruh dari luar sehingga tes wawasan kebangsaan itu yang materinya justru melecehkan, bertentangan dengan nilai-nilai filosofis kebangsaan yang konsepnya amat luhur di dalam 4 paragraf di pembukaan UUD 1945 itu justru dilakukan oleh lembaga negara yang tidak memiliki tradisi tidak memiliki kompetensi untuk wawasan kebangsaan,” kata Busyro, dalam konferensi pers yang disiarkan di JIB Post, Minggu (9/5/2021).

Baca Juga:  Prabowo Minta Mr M Mafia Alutsista Diungkap, Ini Jawaban Connie Bakrie

Justru, menurut Busyro, lembaga yang berkompetensi melakukan tes wawasan kebangsaan tidak dilibatkan. Selain itu ia juga mempertanyakan mengapa akademisi tidak dilibatkan.

“Misalnya itu oleh Lemhanas, oke, misalnya kemarin Lemhanas di libatkan itu kompeten lembaga negara, seharusnya kampus dan lembaga-lembaga asesmen psikologi yang profesional itu dilibatkan sehingga dari sudut itu saja, bukan materi tesnya, tapi lembaga yang menangani seleksi wawasan kebangsaan ini lembaga yang dipertanyakan komptensinya, tradisinya dan keterbukaannya,” ujarnya.

Kritik lain disampaikan Komnas Perempuan yang menyoroti pertanyaan bernada seksis kepada pegawai KPK itu. Komnas Perempuan menilai urusan jilbab dilindungi oleh konstitusi dan HAM.

“Melepas atau mengenakan jilbab sebagai syarat masuk ASN bertentangan dengan Undang Undang dan Hak Asasi Manusia. Sebab, mengenakan atau tidak bagian dari ekspresi keagamaan yang dijamin dan dilindungi konstitusi dan HAM,” kata Komisioner Komnas Perempuan, Imam Nakha’i, kepada wartawan, Sabtu (8/5/2021).

Imam juga menyoroti pertanyaan bernada seksis lain seperti urusan pacaran dan poligami. Imam mengatakan adanya pertanyaan itu menjadi bukti rendahnya perspektif gender dalam KPK.

“Sesungguhnya kan banyak pertanyaan pertanyaan yang bernada seksis dan menyerang kehormatan perempuan, seperti pertanyaan, kalau pacaran melakukan apa saja? Bersediakah dipoligami, dan pertanyaan lain yang tidak ada kaitannya dengan tugas tugas sebagai pejabat/abdi negara,” ujarnya.

“Hal itu juga menunjukkan betapa rendahnya perspektif gender dan HAM dari lembaga sebesar KPK. Sangat mengecewakan,” lanjut Imam.

Lebih lanjut, Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani, mengatakan pihaknya tengah berkomunikasi dengan pihak terkait mengenai tes ini. Andy mengatakan Komnas Perempuan akan melihat terlebih dahulu lembaran pertanyaan tersebut.

“Sebetulnya Komnas Perempuan tengah berkomunikasi dengan BKN tentang ini, sebab menurut KPK proses & muatan tes itu di BKN. Kami meminta kesempatan untuk melihat lembar pertanyaan dan berdiskusi dengan tim yang katanya terdiri dari BIN BAIS, Psiko AD&BNPT agar bisa memahami dulu maksud, tujuan dan cara ukur dari pertanyaan tersebut,” ujarnya.

Andy enggan lebih jauh menilai pertanyaan itu dalam tes ASN KPK. Dia ingin mendalami lebih jauh akuntabilitas pertanyaan tersebut.

“Pada saat ini, kita perlu mengarahkan proses untuk melihat akuntabilitas proses pengujian wawasan kebangsaan untuk membentuk perbaikan yang sifatnya sistemik,” ujarnya.

Baca Juga:  Nasib Novel Baswedan dkk Ditentukan Selasa Besok

Ada pula dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang melontarkan kritik. MUI menyebut hasil tes tersebut seharusnya dibatalkan.

Waketum MUI Anwar Abbas mempertanyakan tes wawasan kebangsaan dari pewawancara dalam tes alih status pegawai KPK. Anwar menilai ada yang salah dalam pemahaman keagamaan dan kebangsaan pewawancara.

“Saya punya kesimpulan sementara yang perlu dibuktikan kebenarannya bahwa pandangan yang bersangkutan, menurut saya, tentang Pancasila dan konstitusi serta masalah keagamaan dan kebangsaan adalah banyak yang salah dan bermasalah,” kata Anwar saat dihubungi, Sabtu (8/5/2021).

Anwar pun menyarankan agar hasil tes terhadap pegawai KPK tersebut dibatalkan. Sebab, menurutnya, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam tes itu tidak sesuai dengan nilai Pancasila dan UUD 1945.

“Oleh karena itu, agar negeri ini tidak gaduh, saya meminta supaya hasil tes terhadap semua pegawai tersebut dibatalkan, karena bagaimana kita akan bisa menerima dan mempercayai hasil sebuah tes terhadap warga bangsa untuk menjadi atau berubah status kepada ASN sementara pertanyaan-pertanyaan yang mereka ajukan dan standar yang dipakai untuk menilai jawaban dari yang dites tentang benar dan salahnya jawaban yang diberikan oleh peserta tes sepertinya tidak sesuai dengan nilai-nilai yang terdapat dalam Pancasila dan UUD 1945,” ujarnya.

KPK sendiri awalnya menyebut bila tes itu dilakukan atas kerja sama dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN). Mengenai ragam pertanyaan itu, KPK mengaku tidak tahu.

“Komisi Pemberantasan Korupsi bukan merupakan penyelenggara asesmen. Seperti dijelaskan sebelumnya, asesmen tes wawasan kebangsaan ini diselenggarakan oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN),” ucap Plt Jubir KPK Ali Fikri kepada wartawan, Sabtu (8/5).

Dia mengatakan BKN turut melibatkan sejumlah instansi, seperti BIN, BAIS-TNI, Pusintel TNI AD, Dinas Psikologi TNI AD, hingga Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Ali menyebut semua materi berupa soal serta pertanyaan saat wawancara disusun BKN bersama lembaga-lembaga tersebut.

“Semua alat tes berupa soal dan materi wawancara disusun oleh BKN bersama lembaga-lembaga tersebut. Sebelum melaksanakan wawancara, telah dilakukan penyamaan persepsi dengan pewawancara dari beberapa lembaga tersebut,” ucapnya.

Baca Juga:  Jokowi Minta ASEAN Tangani Masalah Muslim Rohingya di Rakhine State

Di sisi lain BKN akhirnya buka suara. BKN mengawali penjelasan dengan menyebut tes alih status dilakukan berdasarkan UU nomor 19 tahun 2019 tentang KPK, PP 41/2020 tentang Pengalihan Pegawai KPK menjadi Pegawai ASN serta Peraturan KPK nomor 1/2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai KPK menjadi ASN.

BKN kemudian menyebut pegawai KPK harus memiliki sejumlah persyaratan untuk menjadi ASN. Antara lain, setia dan taat pada Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Pemerintah yang sah, tidak terlibat kegiatan organisasi yang dilarang pemerintah dan atau putusan pengadilan, serta memiliki integritas dan moralitas yang baik.

“Selanjutnya, berdasarkan amanat Pasal 5 ayat (4) Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi No 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi Menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara, maka dilaksanakan asesmen tes wawasan kebangsaan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi bekerja sama dengan Badan Kepegawaian Negara,” ujar Kepala BKN Bima Haria Wibisana dalam keterangan tertulis yang diteken oleh Plt Kepala Biro Humas, Hukum dan Kerja Sama BKN, Paryono, Sabtu (8/5).

TWK itu disebut berbeda dengan TWK pada entry level karena orang-orang yang ikut TWK telah memiliki rekam jejak serta jabatan tinggi di KPK. BKN menyebut TWK dilakukan dengan metode assessment center yang juga dikenal sebagai multi-metode dan multi-asesor.

“Penentuan hasil penilaian akhir dilakukan melalui Assessor Meeting. Oleh karena itu, metode ini menjamin bahwa tidak ada satu orang asesor pun atau instansi yang terlibat yang bisa menentukan nilai secara mutlak sehingga independensinya tetap terjaga. Dalam pelaksanaan asesmen juga dilakukan perekaman baik secara video maupun audio untuk memastikan bahwa pelaksanaan asesmen dilakukan secara obyektif, transparan dan akuntabel,” ujar BKN.

Menurut BKN, ada tiga aspek yang diukur dalam TWK. Ketiga aspek tersebut adalah integritas, netralitas dan antiradikalisme. BKN menyebut ada 1.349 peserta yang ikut TWK.

“Dari hasil asesmen Tes Wawasan Kebangsaan yang dinyatakan Memenuhi Syarat (MS) sejumlah 1.274 peserta, dan yang dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) sejumlah 75 peserta,” tulis BKN.

Sumber : https://detik.com

  • Bagikan